Rabu, 30 Januari 2013

Ippelmas Malang Bahas Kasus Oknum Polisi Simeulue


Suasana diskusi : Pengrus Ippelmas Malang berfoto bersama di sela-sela diskusi di warung Bambu Dau Malang, Jawa Timur

   
 Malang,  Ippelmas.com , Minggu, 26 Januari 2013, Jam : 19.00 wib bertempat di warung bambu Jl. Mulyo Agung Dau Malang, sebanyak 10 orang pengurus  Ikatan pemuda Pelajar Mahasiswa Simeulue Malang (Ippelmas-Malang), menggelar diskusi, tentang isu oknum polisi simeulue yang diduga melakukan tindakkan asusila beberapa waktu lalu,  para mahasiswa yang tergabung dalam diskusi tersebut, merasa perihatin mengenai isu yang berkembang di media yang akhir-akhir ini ramei dibicarakan yang diduga dilakukan oleh salah satu oknum polisi polres Kabupaten  Simeulue provinsi Aceh.

   Menurut Anhar Lekon, salah satu mahasiswa Ippelmas malang mengatakan, kasus oknum polisi yang diduga melakukan tindakkan asusila di kabupaten simeulue-Aceh. Perlu kajian mendalam mengenai, tindakkan melangar hukum tersebut, karena info yang berkembang di media, tidak sepenuhnya kita lansung  percaya dan main hakim sendiri “Maka disinilah peran kita, sebagai  mahasiswa untuk mengkaji secara yuridis (hukum) atas pelangaran oknum polisi tersebut,” ujar anhar  mahasiswa asal lafakha itu.

  Lebih lanjut, Gunawan Jurusan Pendidikan Bahasa Inggeris Universitas Islam Malang (UNISMA) mengatakan, dugaan pelanggaran asusila di kabupaten  simeulue yang di dilakuakan aknum polisi simeulue itu, dari berbagai info yang kita terima, merupakan pelanggaran asusila dan tidak hanya itu, juga pelakunya memaksa korban mengansumsi sabu (Narkotika), maka sangat ironis kalau kasus ini, aparat hukum tidak secepatnya mengusut tuntas. ”Harapanya kasus ini, segera di usut tuntas agar tidak, berlama-lama, sidang pelaku di depan penegak hukum, dan tegakkan hukum meskipun langit akan runtuh,” imbuh mahasiswa asal Ujung Harapan  Simeulue Barat, kab. Simeulue itu.
   Dalam kesempatan yang sama Muhammad Hadidi, selaku kabid organisasi Ippelmas malang mengatakan, dari hasil diskusi ini, harapanya  para mahasiswa ippelmas malang dapat mengetahui isu yang berkembang di simeulue , dan tidak kalah penting merupakan, panggilan hati atas keperhatianan mahasiswa terhadap kondisi simeulue sekarang ini, ia berharap “ Mahasiswa tidak hanya, bisa mengkritik lewat  omongan belaka, namun harus dilandasi dengan landasan yuridis dan fakta otentik, sehingga budaya kritis mahasiswa dapat dipertanggung jawabkan secara hukum,” tambah mahasiswa asal Padang Unoi Kec. Salang Simeulue itu.

 Lebih lanjut,  Hadidi menambahkan, kasus pelangaran yang melibatkan oknum polisi simeulue itu, kalau kita tinjau secara yuridis pealaku  dapat dijerat dengan Pasal 282 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 55 KUHP tentang asusila dengan ancaman hukuman lima tahun penjara, dan dijerat  Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, maka dari itu kalau secara hukum tersangka sudah terbukti bersalah maka, harus di dihukum, “  Siapapun oarangnya tidak  pandang bulu,  karena setiap kita sama kedudukkanya di depan hukum, “ ujar Mahsiswa Universitas Muhmmadiyah Malang (UMM) Jawa Timur  itu. ( Reporter Adid.com)

Selasa, 29 Januari 2013

Engkau Mahasiswa...!

Oleh
Muhammad Hadidi
Kabid. Organisasi Ippelmas Malang

Adid  al- Mukri ( nama pena dari Muhmmad Hadidi)
    Suatu saat, ketika saya kelas dua atau tiga Sekolah Dasar, saya sangat kagum kepada laki-laki muda di kampung saya. Laki-laki ini pandai berceramah. Hampir setiap Jum'at, sebelum khutbah dimulai, ia selalu memberikan pengajian kepada para jamaah. Tak hanya itu saja, ia banyak sekali terlibat dengan kegiatan desa saya. Yang jelas, ia sangat dibutuhkan warga dalam banyak aktifitas di kampung.

   Karena kagumnya, diam-diam saya menanyakan perihal dia kepada nenek saya yang tidak pernah sekolah. Kenapa dia bisa begitu? Nenek saya dengan polos menjawab, "Dia bisa begitu karena dia punya ilmu."

Ilmu? Saya masih penasaran. Sehingga saya bertanya untuk yang kedua kalinya. Kenapa ia berilmu? Nenek saya kembali menjawab, "Sebab ia sekolah tinggi di kota."

Perjalanan selanjutnya, ketika saya makin besar, dan makin banyak mendapat pelajaran, baik di SD maupun di SLTP, saya makin kagum saja kepada sosok-sosok orang yang berilmu. Dan yang paling saya kagumi pada waktu belasan tahun adalah sosok mahasiswa. Yang ada dalam benak saya waktu itu adalah, bahwa mahasiswa adalah generasi muda yang bersemangat, penuh dedikasi, enerjik, pinter dan sudah barang tentu berilmu. Sebab mereka digodok di sebuah tempat yang bernama universitas. Bagi saya waktu itu, universitas adalah gudangnya ilmu.

Dan saya makin tertarik dengan mahasiswa ketika guru-guru sejarah saya sering memberikan pelajaran tentang sejarah bangsa Indonesia. Kami dikenalkan dengan sosok Wahidin Sudiro Husodo, yang waktu itu masih jadi mahasiswa Stovia, Jakarta. Yang dengan semangatnya, dia dan kawan-kawannya bisa menghimpun banyak pemuda, dan lahirlah Sumpah Pemuda, yang bisa mengikat komponen bangsa untuk bersatu, di bawah bayang-bayang penjajahan Belanda.

Kemudian Bung Hatta dan Sutan Syahrir, dengan kumpulan Pelajar Indonesia-nya di negeri Belanda, memberi obor semangat kepada pemuda lain, untuk lepas dari kungkungan penjajah. Dan dengan pemikiran-pemikirannya memberi kontribusi besar dalam rangka kelahiran sebuah negeri bernama Indonesia.

Selanjutnya Adam Malik dan kawan-kawan, dengan semangat membara, mendorong agar kaum tua seperti Sukarno dan lainnya cepat-cepat memproklamirkan kemerdekaan, selepas Hiroshima dan Nagasaki dibom. Jangan tunggu waktu lebih lama lagi, katanya. Karena semangatnya aksi penculikan pun terjadi. Ingat kasus Rengasdengklok? Dan atas dorongan sosok-sosok muda itu, proklamasi dibacakan, di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.

Lantas, ketika pemerintahan Bung Karno sedang tidak menentu, karena situasi politik memanas di tahun 1966, sosok-sosok mahasiswa, seperti Arif Rahman Hakim, Cosmas Batubara, Abdul Gafur, tampil kedepan memberikan semangat kepada rakyat agar melaksanakan Tritura yang terkenal itu. Dan lahirlah orde baru.

Tak hanya itu, ketika di tahun 1974, pemerintahan orde baru memberikan kebijakan yang kurang sesuai dengan kebanyakan rakyat, Hariman Siregar dan kawan-kawan juga turun ke jalan. Dan meletuslah peristiwa Malari itu.

Dan masih ada dalam ingatan kita, beberapa tahun lalu, tepatnya 1998, kita menyaksikan bagaimana peranan mahasiswa mendobrak kebekuan politik Suharto. Terjadilah apa yang dinamakan reformasi. Dan dari peristiwa itu keterlibatan mahasiswa sudah tidak bisa dipungkiri lagi. Dan salah satu tokoh mahasiswanya adalah Rama Pratama. Yang sekarang menjadi salah satu wakil rakyat dari sebuah partai Islam.

Terus terang saja, goresan-goresan sejarah itu membuat kekaguman saya kepada para mahasiswa makin meningkat saja. Walaupun dalam perjalanan hidup saya sendiri, tidak kesampaian untuk menjadi mahasiswa. Artinya tidak bisa kuliah di dalam dinding-dinding kampus. Kecuali 'kuliah' di jalanan dan pasar saja.

  Maka karena kekaguman itu, ketika saya menjadi pedagang keliling, saya lebih banyak berjualan di lingkungan kampus. Dengan tujuan agar bisa kecipratan ilmu dari mereka. Tak hanya itu, suatu saat dulu, saya pernah melanglang ke berbagai kampus besar di pulau Jawa, hanya ingin melihat keenerjikan dan semangat para mahasiswa. Saya pernah nongkrong di depan kampus UGM, Bulak Sumur Yogya, Undip Tembalang Semarang, Unpad Dipati Ukur Bandung, IPB Dermaga Bogor, UI Depok dan lain-lain. Semua itu karena kekaguman saya terhadap sosok mahasiswa.

Oh mahasiswa! Sekarang ini pun ketika saya menjadi seorang Mahasiswa disalah satu univeristas terunggul di jawa timur baru saya sadari menjadi seorang mahasiswa memang benar-benar mempunyai  tanggung jawab lebih untuk melakukan perubahan dan  terus mencari ilmu dan sering saya diskusi lewat email untuk menimba ilmu kepada para teman-teman  mahasiswa lainya, lewat twitter, fb, email maupun lainya. Seperti ada yang dari Unair, UGM, al-Azhar Mesir, Jepang, Jerman, dan juga mahasiswa Indonesia di Malaysia.

   Dan beberapa waktu lalu saya mendapat telepon dari saudara saya, bahwa ponakkan saya dari kampung baru saja diterima di sebuah perguruan tinggi negeri. Saya gembira. Dan dalam bayangan saya mudah-mudahan bisa meniru semangat mereka, para tokoh mahasiswa yang saya sebut di atas tadi. Walaupun dalam kenyataannya, tak semua mahasiswa hebat seperti mereka. Tak semuanya punya semangat tinggi seperti mereka. Tapi minimal mereka bisa menjadi cermin besar bagi mereka yang baru saja diterima di perguruan tinggi.

   Kita mengakui bahwa mahasiwa 'memble' pun banyak. Kasus-kasus memalukan seperti kumpul kebo, video porno dan perilaku akhlak yang kurang baik pun banyak melanda para mahasiswa. Atau julukan sarjana nganggur juga sudah tidak asing lagi di telinga bangsa Indonesia.

  Tantangan mahasiswa sekarang tentu lain dengan jamannya Wahidin, Hatta, Adam Malik, Arief Rahman Hakim dan Hariman Siregar. Tantangan sekarang lebih tertuju kepada nasib para mahasiswa itu sendiri. Jangan sampai setelah wisuda mendapat gelar kesarjanaan yang sesungguhnya lantas ditambahi gelar oleh masyarakat dengan sebutan 'sarjana pengangguran'.

   Kalau bisa, mahasiswa sekarang memang ditunggu keterlibatannya dalam menyelesaikan masalah bangsa yang makin kompleks ini. Namun penyelesaian masalah sendiri setelah keluar dari universitas pun rupanya juga tidak kalah penting dan rumitnya.

  Saya masih percaya, mahasiswa adalah kelompok orang-orang yang berilmu. Islam sangat menjunjung tinggi orang yang berilmu. Sampai Allah akan meninggikan derajat mereka, dibanding orang-orang yang tak berilmu.

  Lantas orang yang berlmu seperti apakah yang akan dinaikkan derajatnya oleh Allah? Yaitu mereka yang mencari ilmu dengan niat lillahi ta'ala. Untuk kemaslahatan bersama. Tak ada niat utuk mencari kedudukan belaka, posisi bagus di perusahaan atau niat keduniaan saja.

Tapi, adakah di antara mereka yang masih punya niat bersih seperti itu? Wallahu a'lam. Sebab kuliah di jaman ini bagi orang kecil seperti saya membutuhkan biaya yang sangat besar. Sehingga selepas keluar dari perguruan tinggi, yang ada dalam benak adalah ingin secepatnya mendapat hasil atau gaji besar, agar uang kuliah cepat kembali. Dan tidak mustahil kita terjebak kepada hal seperti itu. Mudah-mudahan Allah selalu melindungi kita untuk selalu berniat baik dan menurut aturan syariat-Nya dalam hal menuntut ilmu. Termasuk menuntut ilmu di perguruan tinggi. (anda bisa kunjungi blog penulis http:sangtrainermuhmmadhadidi.blogspot.com/ email Adid_padang@yahoo.com)

Nasib Masyarakat Kalangan Bawah

Foto : Muhammad Hadidi (Adid)

Penulis
Muhmmad Hadidi 
(Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang)
   Malam tadi saya berencana mengunjungi teman yang sedang dirawat di rumah sakit, sesampai di Rumah sakit saya melewati ruangan ICU (gawat darurat), tiba-tiba saya dikejutkan dengan suara srine ambulance, kemudian melihat apa yang terjadi, dua orang petugas terburu-buru membuka pintu belakang mobil dan mengangkat seorang anak muda yang sedang berada diatas tandu, terlihat anak muda tersebut berlumuran darah dan kondisinya sangatlah parah, saya berfikir mungkin anak muda ini adalah korban kecelakaan, karena rasa penasaran, saya ikut masuk bersama petugas yang mendorong kereta korban tadi.

   Sampai didalam saya melihat pemuda tadi dimasukkan kedalam ruangan ICU, tak lama kemudian datang seorang dokter dan 2 orang perawat, dokter tersebut keluar ruangan sementara 2 orang perawat tadi membersihkan luka dan darah korban, "Siapa keluarga dari pemuda ini" tak seorang pun yang menjawab pertanyaan dokter itu, saya jadi bingung padahal 4 pemuda di depan saya yang mengantarkan pemuda tersebut, kemudian saya mendekati salah satu dari mereka "mengapa kalian tidak menjawab pertanyaan dokter tadi, bukankah kalian yang mengantarkan pemuda tadi kesini."

"kami hanya temannya om." jawab salah satu dari mereka.

Kemudian saya mendatangi dokter tersebut dan memberitahu bahwa 4 orang pemuda tadi yang membawa korban kesini, dokter itu pun berkata "siapa yang akan melapor dan mengurus administrasi pemuda ini."

   Saya heran melihat dokter dan pihak rumah sakit ini mengapa ada korban kecelakaan yang membutuhkan pertolongan dengan segera bukannya cepat ditangani malah bertanya siapa yang akan mengurus biaya administrasinya.

  Tak lama kemudian datanglah seorang laki-laki dan seorang wanita "bagaimana anak kami dok, apakah dia baik-baik saja?"

"anda orang tua anak ini?"

"ya.. kami orang tuanya."

"silahkan anda ke bagian administrasi untuk mengurus laporan dan biayanya" kata dokter itu.

Kemudian dokter itu baru menangani korban kecelakaan tadi bersama 2 orang perawat yang sudah membersihkan luka dan darah korban tersebut, saya ikut menunggu di depan ruangan ICU tersebut, niat ingin menjenguk teman sakit jadi lupa, biar sajalah kan masih ada hari esok, ada yang lebih penting sekarang pikir batinku, dikarenakan rasa penasaran tadi, kami tak bisa melihat apa yang dikerjakan dokter dan perawat didalam karena kaca dan gorden ruangan tersebut ditutup.

Tak lama kemudian pintu pun terbuka dan keluar seorang perawat tadi "maaf bu anak ibu tidak bisa kami selamatkan, kondisinya terlalu parah, dia banyak kehilangan darah."

kontan saja ibu itu menangis histeris, berlari memasuki ruangan tersebut dan kemudian memeluk anaknya yang telah tiada, teryata dokter tadi sudah tak ada di ruangan tersebut, kemana dia? pikirku.

Karena tak tahan melihat orang menangis saya akhirnya keluar dan kemudian pamit kepada Bapak anak itu "pak, sabar dan tabah ya, saya turut berduka atas kejadian ini, semoga arwah anak bapak diterima disisiNya."

Bapak tersebut hanya mengangguk pelan, ia tak bisa mengucapkan sepatah kata, matanya memerah dan berkaca kaca. Saya pergi meninggalkan rumah sakit tersebut, melihat kejadian tersebut saya teringat dengan nasib tetangga dekat rumah, bayinya yang berusia 5 bulan ditinggalkan di rumah sakit selama dua minggu, karena mereka tak memiliki uang untuk membayar biaya perawatan.

    Kejadian anak muda dan orang tua bayi diatas adalah contoh betapa mahalnya pelayanan bagi orang-orang yang kurang mampu, rumah sakit tempat orang menggantungkan nyawanya pun tidak ramah terhadap kaum miskin, padahal kita ketahui seharusnya rumah sakit mendahulukan penyelamatan nyawa daripada uang. Negara menganjurkan tentang kepedulian sesama tanpa harus memberi dengan uang, tetapi kenyataan dalam masyarakat kita, yang namanya kepedulian telah MATI hampir tidak ada lagi hubungan sosial yang tidak diukur dengan materi. (Adid_padang@yahoo.com)